Senin, 26 Juli 2021

 

WAKTU



“Demi waktu, sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan saling nasehat menasehati dalam nemetapi kebenaran dan nasehat menasehati dalam mentaati kesabaran".

(QS. Al-Ashr: 1-3)

                Kesadaran terhadap waktu di dalam Islam, bukanlah kesadaran yang muncul setiap tahun berganti, dimana seseorang melakukan instrospeksi diri terhadap apa yang telah ia perbuat selama setahun yang lalu, akan  tetapi setiap hari bahkan setiap saat seorang muslim dituntut untuk melakukan instrospeksi diri.

Manakala dalam kelalaian, kemudian kita menyimpang dari ketentuan yang telah digariskan oleh Allah dan Rasul-Nya, maka kita tidak harus menunggu satu tahun; menunggu Ramadhan datang umpamanya, kemudian baru bertobat. Tapi yang diajarkan oleh Islam adalah segera bertaubat, atau dalam kalimat lain Rasulullah Saw menyebutkan, agar kita selalu mengiringi setiap kejelekan dengan kebaikan.

Waktu memiliki karakteristik yang unik, kadangkala ia dirasakan begitu cepat berlalu, terutama bagi mereka yang tengah bersuka cita. Sebaliknya waktu dirasakan berjalan sangat lambat bagi mereka yang tengah dirundung derita.

Seseorang yang asyik menekuni pekerjaannya di kantor, yang dilakukan dengan rasa ikhlas dan senang hati, sering terkaget dengan tanda waktu istirahat dan waktu bubaran kantor datang, “Lho, kok cepat amat!”,  komentarnya, padahal 8 jam telah ia habiskan waktu untuk bekerja.

Sementara itu, bagi seseorang yang melakukan pekerjaan di kantor dengan rasa terpaksa dan tidak bergairah melakoninya, maka beginya waktu yang 8 jam itu begitu panjang ia rasakan, menjadikan ia tersiksa menunggu kapan waktu akan berlalu. “Waktu kok lama amat sih!” komentarnya dengan rasa jengkel.

Oleh karena itu pergantian tahun yang dengan sendirinya menambah jumlah usia seseorang tidaklah identik dengan peningkatan perestasi dan kualitas yang ia miliki. Boleh jadi seseorang senior dari segi usia,  namun amal dan buah kaya yang ia hasilkan amat sedikit, dan boleh jadi pula seseorang dari segi umur masih muda belia, namun hidupnya sarat dengan amal kebaikan dan prestasi.

Yang dikehendaki oleh Islam adalah, dia saat usia bertambah, maka amalnya juga ikut bertambah. Sebagaimana sabda Nabi Saw: “Sebaik-baik manusia adalah yang semakin lanjut usianya, semakin banyak amalnya. Dan seburuk-buruk manusia, semakin lanjut usianya, semakin buruk amalnya."

Dengan demikian amal di dalam Islam menjadi tolak ukur dari kesuksesan seseorang. Ketika waktu yang sama telah diberikan, sejauh mana manusia mampu memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya guna amal kebaikan. Orang-orang yang dapat mengisi waktunya secara efektif guna mempersembahkan yang terbaik bagi Allah SWT, merekalah yang beruntung. Sedangkan orang-orang yang bodoh, adalah orang-orang yang diberi modal (waktu), namun modal tersebut ia hamburkan dengan sia-sia, padahal andaikata hari ini sama dengan hari kemaren, berarti kita jalan di tempat, tidak ada peningkatan sehingga tak akan pernah bisa menyusul siapapun. Andaikata orang lain selalu meningkat, maka kita akan tertinggal dan menjadi pecundang. Nabi Saw telah mengingatkan tentang hal ini dalam Sabdanya : "Barangssiapa yang hari ini sama dengan hari kemaren, maka ia termasuk orang-orang yang merugi”.

Tiada lain yang harus kita lakukan agar kita tidak menjadi pecundang dan selalu dalam kerugian, yaitu bertekad bulat menjadikan tahun 2004 ini sebagai tahun prestasi, yaitu mengisinya seoptimal mungkin dengan amal kebajikan, sehingga dalam perhitungan kelak kita termasuk diantara orang-orang yang berun

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar